Bekasi (10/11/2022)- Dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan, tanggal 10 November 1945 tentu tidak bisa dilupakan oleh rakyat Indonesia. Pada tanggal tersebut telah terjadi pertempuran besar antara pejuang Indonesia yang terdiri dari para pemuda, santri, dan elemen perjuangan rakyat lainnya denga sekutu (Inggris, Belanda, dan tentara etnis India). Bangsa Indonesia dikemudian hari menamakan peristiwa 10 November 1945 dengan “Hari Pahlawan” . Pertempuran besar ini dilatarbelakangi oleh tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pemimpin Pasukan Inggris) oleh pejuang Indonesia.
Peristiwa tewasnya Mallaby, membuat Komandan pasukan Inggris murka dan ingin menuntut balas kepada pejuang Indonesia khususnya yang berada di Surabaya. Dengan ditumpangi oleh Belanda, Pasukan Inggris mengeluarkan ultimatum agar semua pejuang, tentara, dan polisi Indonesia untuk menyerahkan diri dan senjata mereka sebelum jam 6 pagi tanggal 10 November 1945.
Namun ultimatum ini justru semakin membakar semangat pejuang Indonesia dan tidak akan tunduk kepada sekutu. Bahkan Bung Tomo sebagai pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) di Surabaya dengan suara lantang mengatakan ” lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap ; Merdeka atau Mati ” teriak bung Tomo membakar semangat rakyat Surabaya.
Karena ultimatum ini tidak digubris oleh pejuang Indonesia, akhirnya pada tanggal 10 November 1945 jam 09.00 terjadilah pertempuran besar antara pejuang Indonesia yang terdiri dari 20.000 TKR dan 100.000 sukarelawan rakyat melawan 30.000 pasukan gabungan Inggris. Menurut catatan sejarah, pertempuran ini terjadi tidak seimbang baik dari sisi peralatan perang maupun tentara terlatih. Inggris mengerahkan pesawat tempur, kapal perang, tank, rudal dan peralatan militer canggih lainnya sedangkan pejuang Indonesia hanya menggunakan senjata seadanya. Pertempuran ini berlangsung 28 hari dan menewaskan lebih dari 10.000 pejuang Indonesia serta lebih dari 1000 pasukan Inggris.
Dari rangkaian sejarah kita dapat mengetahui bagaimana besarnya kecintaan rakyat Indonesia terdahulu terhadap negaranya. Mereka dengan segala daya dan upaya berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih. Bagi mereka penjajahan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan. Atas dasar ini, pejuang Indonesia dahulu mengatakan lebih baik mati daripada tidak merdeka.
Olehkarenanya, sebagai generasi Indonesia saat ini sudah sewajarnya kita memiliki semangat untuk “merdeka” dan tidak tergantung terhadap pihak lain. Hindari diskriminasi dan perlakuan yang tidak berprikemanusiaan kepada orang-orang yang memiliki ide dan gagasan yang berbeda. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pengalaman ratusan tahun Indonesia dijajah oleh Belanda yang menganut sistem monarki membuat paham feodal (mengutamakan/mengagungkan orang yang dekat dengan kekuasaan daripada prestasi) sangat kental dalam praktik kehidupan bernegara saat ini.
Baca juga : REFLEKSI 77 TAHUN INDONESIA MERDEKA DAN TANTANGAN PENDIDIKAN MASA DEPAN
Mudah-mudahan dengan banyak belajar sejarah, generasi muda Indonesia memiliki gambaran yang utuh tentang perjuangan para pendahulunya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaannya. Sehingga dimasa depan generasi muda Indonesia dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang disegani dunia. (fr)
Simak video : Profil SMPIT Thariq Bin Ziyad Boarding School